Kamis, 28 Desember 2023

TENTANG KEBAHAGIAAN DAN KEBETULAN (BAG.1, ZARATHUSTRA)


Dengan teka-teki dan kepahitan dalam hatinya
Maka Zarathustra berlayar menyeberangi laut.
Namun ketika dia sudah empat hari perjalanan dari kepulauan bahagia dan dari teman-temannya, dia berhasil mengatasi kepedihannya---dengan gagah dan tegap dia menerima takdirnya lagi.

Dan kemudian Zarathustra berkata kepada nuraninya begini :

Aku sendiri lagi dan kuterima itu, sendiri dengan langit jernih dan laut terbuka; dan kembali hari petang di sekeliling ku.

Hari sedang petang ketika aku menemukan teman-temanku untuk pertama kalinya, hari sedang petang pula, ketika aku bertemu dengan mereka kedua kalinya---pada saat ketika semua cahaya menjadi redup.

Karena kebahagiaan apapun yang masih berkelana antara langit dan bumi kini mencari lindungan dalam jiwa yang terang; dengan berbahagia semua cahaya kini telah menjadi redup.

O Petang kehidupanku! Pernah kebahagiaanku pun memanjat turun ke lembah mencari perlindungan; disana ia menemukan jiwa-jiwa ini yang ramah dan terbuka.

O Petang kehidupanku! Apa saja aku mau melepaskannya asalkan aku bisa memiliki satu hal: perkebunan pikiran-pikiranku ini dan fajar harapan tertinggiku ini!

Pernah sang pencipta mencari kawan-kawan dan anak-anak harapan-nya: dan lihatlah, ternyata dia tidak bisa menemukan mereka, kecuali dia sendiri menciptakan dahulu mereka itu.

Demikianlah aku berada di tengah-tengah pekerjaanku, pergi Anak-anak ku dan berpaling dari mereka: demi Anak-anaknya Zarathustra harus menyempurnakan dirinya.

Karena orang dari lubuk hatinya hanya mencinta anaknya sendiri dan pekerjaannya sendiri: dan di mana terdapat cinta yang besar kepada dirinya sendiri, maka itu adalah tanda kehamilan: demikianlah telah kutemukan.

Anak-anakku masih hijau selama musim semi pertama mereka,  berdiri berdekatan dan bersama-sama diguncang angin,  pohon-pohon dalam kebunku dan tanahku yang terbaik.

Dan sungguh! Di mana terdapat pohon-pohon seperti itu berdiri bersama, di situ terletak kepulauan bahagia!

Tetapi pada suatu hari aku akan mencabut mereka dan menanam mereka satu per satu sendiri-sendiri, agar setiap pohon bisa belajar kesendirian,  tantangan dan kewaskitaan.

Maka ia berdiri di tepi laut,  beroyot dan melingkar dan kekerasan yang liat, suatu menara hidup, dari kehidupan yang tak terkalahkan.

Di sana, ketika badai-badai menerpa laut dan belalai gunung meminum air, maka di sana pada suatu hari masing-masing dari mereka akan berjaga-jaga siang dan malam,  untuk diuji dan diakui.

Ia akan diuji dan diakui, guna melihat apakah ia masih termasuk golonganku dan rasku---apakah ia menguasai kehendak yang berketerusan, diam bahkan ketika ia bicara, dan memberi dengan cara sedemikian sehingga dalam memberi ia menerima---agar pada suatu hari ia menjadi pengiring ku dan rekan-pencipta dan rekan-bergembira Zarathustra---yang akan menuliskan kehendak ku pada prasasti-prasastiku: demi lebih besarnya kesempurnaan segala hal.

Dan demi dia, dan demi mereka yang seperti dia, aku harus menyempurnakan diriku: karena itu aku kini menghindari kebahagiaanku dan menawarkan diriku kepada semua ketidakbahagiaan---untuk ujian dan pengakuan-ku yang tertinggi.

Dan sungguh, sudah saatnya aku pergi,  dan bayang-bayang pengelana dan persinggahan terpanjang dan saat terhening---semua berkata padaku: "sudah saatnya benar!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG KECERMATAN JANTAN (BAG.1, ZARATHUSTRA)

Bukan ketinggian, tetapi juranglah yang mengerikan! Jurang dimana pandangan mata mengarah ke bawah dan tangan menjangkau ke ata...