Jumat, 09 Februari 2024

TENTANG KECERMATAN JANTAN (BAG.1, ZARATHUSTRA)

Bukan ketinggian, tetapi juranglah yang mengerikan!

Jurang dimana pandangan mata mengarah ke bawah dan tangan menjangkau ke atas.
Di tempat itu hati menjadi puyeng akibat kehendak gandanya.

" Ah, sobat-sobatku, sudahkah kalian mengetahui kehendak hatiku yang ganda? "

Bahwa pandangan mataku terjun ke ketinggian-ketinggian dan bahwa tanganku ingin berpegang ke kedalaman-kedalaman dan bergantung di sana-sini, itu adalah jurangku dan bahayaku.

Kehendakku bergantung pada umat manusia.

Aku mengikat diriku kepada manusia dengan belenggu, karena aku tertarik ke atas oleh manusia-Unggul: karena kehendakku yang lain ingin menarikku kepada Manusia-Unggul.

Agar tanganku tidak benar-benar kehilangan keyakinannya pada keteguhan: itulah sebabnya aku hidup membabi buta diantara manusia, seakan-aku tidak lagi mengenal mereka.

Aku tidak lagi mengenal kalian orang-orang: kegelapan dan hiburan ini telah sering menyebar di sekelilingku.

Aku duduk di gapura dan menunggu datangnya setiap penjahat dan bertanya: " Siapa ingin menipuku? "

Inilah kecermatan jantanku yang pertama:
Aku biarkan diriku ditipu agar tidak harus berjaga-jaga terhadap para penipu.

Ah, bila aku berjaga-jaga terhadap manusia, bagaimana manusia bisa menjadi jangkar untuk bolaku? Bola itu akan tertarik ke atas dan menjauh terlalu mudah!

Ketetapan ini membebani nasibku: Aku harus tidak mampu melihat kejadian yang belum terjadi.

Dan dia yang tidak ingin mati kehausan di antara manusia-manusia harus belajar minum dari semua gelas; dan dia yang ingin tetap bersih di antara manusia harus tahu bagaimana mencuci dirinya bahkan dengan air kotor.

Dan guna menghibur diriku aku sering berkata begini: " Baik! ayolah, hatiku!  Sebuah kemalangan  tidak berhasil menyakiti engkau: Nikmatilah itu sebagai---keberuntunganmu! "

Namun ini adalah kecermatan jantanku yang kedua: Aku lebih bertimbang rasa terhadap yang membanggakan diri daripada kepada yang angkuh.

Bukankah bangga-diri yang dilukai itu ibu dari semua tragedi? Tetapi dimana terdapat keangkuhan di situ pasti tumbuh sesuatu yang lebih baik daripada keangkuhan.

Agar kehidupan itu enak dipandang, pergelaran nya harus dilakonkan dengan baik: namun untuk itu, diperlukan aktor-aktor yang baik.

Aku dapati semua orang yang bangga-diri adalah aktor-aktor yang baik: mereka berlakon dan rindu agar orang-orang lain ingin menonton mereka---semua semangat mereka berada dalam kerinduan ini.

Mereka melakonkan diri mereka sendiri, mereka menciptakan peran mereka sendiri: aku suka menonton kehidupan di lingkungan mereka---itu menyembuhkan kesedihan.

Aku bertimbang-rasa terhadap yang bangga-diri karena mereka adalah tabib-tabib kesedihanku dan mengikat aku kuat-kuat kepada manusia seperti kepada pergelaran.

Dan lagi pula: siapa bisa memperkirakan kedalaman penuh dari kerendahan hati manusia bangga diri! Aku mencintai dan mengasihani dia karena kerendahan-hatinya itu.

Dia ingin belajar percaya pada dirinya sendiri dari kalian; dia hidup dari lirikan-lirikan mata kalian, dia makan pujian-pujian dari tangan kalian. 

SAAT TERHENING (BAG.2, ZARATHUSTRA)

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara: " Bagaimana engkau tahu itu? Embun jatuh di rumput ketika malam pada saat terheningnya. "

Dan aku menjawab: " Mereka mengejekku ketika aku menemukan dan menjalani jalanku sendiri; dan sebenarnya kakiku gemetar saat itu. "

" Dan mereka berkata padaku begini: Engkau telah lupa jalannya, kini engkau juga akan lupa bagaimana berjalan! "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara: " Apa artinya ejekan mereka? " Engkau adalah orang yang telah melupakan bagaimana harus patuh: kini engkau akan memerintah!

" Tahukah engkau apa yang paling dibutuhkan semua manusia? Dia yang memerintahkan hal-hal besar.

" Untuk melakukan hal-hal yang besar itu sulit: tetapi lebih sulit adalah memerintahkan hal-hal besar.

" Inilah yang paling tidak bisa dimaafkan dari dirimu: Engkau memiliki kuasa dan engkau tidak mau memerintah. "

Dan aku menjawab: " Aku tidak memiliki suara singa untuk memerintah. "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku dengan berbisik: " Adalah kata-kata paling hening yang mendatangkan badai. Pikiran-pikiran yang datang pada kaki merpati-merpati membimbing dunia.

" O Zarathustra, engkau akan pergi sebagai suatu bayangan dari apa yang harus datang: demikian engkau akan memerintah dan memerintah itu memimpin berjalan. "

Dan aku menjawab: " Aku merasa malu. "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara: " Engkau akan kembali menjadi seorang anak dan tanpa malu.

" Kebanggaan masa muda masih ada pada engkau, engkau telah terlambat menjadi pemuda: tetapi dia yang ingin menjadi anak-anak harus mengatasi bahkan masa mudanya. "

Dan aku berpikir lama dan gemetaran.
Namun akhirnya aku katakan apa yang aku ucapkan pertama kali: " Aku tidak mau. "

Kemudian pecah tertawa di sekelilingku.
Astaga, betapa tertawaan ini mencabik tubuhku dan membelah hatiku hingga terbuka!

Dan untuk terakhir kalinya sesuatu berkata padaku: " O Zarathustra, buah-buahanmu sudah masak tetapi engkau tidak masak buat buah-buahmu!

" Maka engkau mesti kembali ke kesendirian: karena engkau masih harus menjadi lunak. "

Dan lagi sesuatu tertawa, dan lari: kemudian menjadi sepi sekelilingku seakan-akan dengan kesepian ganda.
Namun aku terbaring di atas tanah dan keringat mengalir dari seluruh tubuhku.

Kini engkau telah mendengar segalanya, dan kenapa aku mesti kembali ke kesendirianku.

Aku tidak merahasiakan sesuatu pun dari kalian, sobat-sobatku.

Dan engkau pun telah mendengar siapa yang paling diam di antara manusia--dan bermaksud untuk terus diam!

Ah, sobat-sobatku! Aku semestinya memiliki lebih banyak untuk aku katakan pada kalian, semestinya aku memiliki lebih banyak untuk aku berikan kepada kalian! Kenapa tidak aku berikan itu? Karena itu apakah aku kikir?

Namun ketika Zarathustra selesai mengucapkan kata-kata ini, kekejaman kesedihannya dan kehampiran keberangkatannya dari teman-temannya menghanyutkannya, sehingga dia menangis keras; dan tidak seorang pun tahu bagaimana menghiburnya.

Tetapi malam itu dia pergi sendirian dan meninggalkan teman-temannya. 


SAAT TERHENING (BAG.1, ZARATHUSTRA)

" Apa yang telah terjadi padaku, sobat-sobatku?
Kalian melihatku risau, terdorong-dorong, terpaksa patuh, siap untuk pergi---astaga, pergi dari kalian! "

Ya, Zarathustra harus pergi menuju kesendiriannya sekali lagi: tetapi kali ini beruang pergi dengan merenggut kembali ke guanya!

" Apa yang telah terjadi padaku? Siapa yang memerintahkan ini? ---astaga, nyonya menghendaki demikian, demikian katanya padaku: pernahkah aku beritahukan pada kalian namanya? "

" Kemarin menjelang petang saat terheningku berkata padaku: itulah nama dari nyonya yang kejam itu. "

" Dan demikianlah, aku harus mengatakan segalanya pada kalian, agar hati kalian tidak menjadi keras terhadapku karena pergi sedemikian tiba-tiba! "

" Tahukah kalian ketakutan yang mencekam dia yang jatuh tertidur? "

" Dia ketakutan sampai ke ujung jarinya, karena tanah terasa runtuh, dan impian dimulai. "

" Aku katakan ini pada kalian dalam sebuah perumpamaan. Kemarin, pada saat terhening, tanah terasa runtuh: impianku mulai. "

" Jarum bergerak, jam kehidupanku menahan napasnya---aku belum pernah mendengar keheningan seperti itu di sekelilingku: sehingga hatiku sangat ketakutan. "

Kemudian, tanpa suara, sesuatu berkata padaku: " Engkau tahu Zarathustra? "

" Dan aku menjerit mendengar bisikan ini, dan darah meninggalkan wajahku: tetapi aku tetap diam. "

Kemudian lagi, sesuatu berbicara padaku tanpa suara : " Engkau tahu, Zarathustra, tetapi engkau tidak bicara! "

Dan akhirnya aku menjawab dan menentang :
" Ya, aku tahu, tetapi aku tidak mau bicara! "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara : " Engkau tidak mau, Zarathustra? Benarkah ini? Jangan sembunyikan dirimu dalam tentanganmu! "

Dan aku menangis dan gemetar seperti anak-anak dan berkata: " Aduh, aku mau, tetapi bagaimana aku bisa? Lepaskan aku dari ini saja! Ini diluar kuasaku! "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara: " Apa artinya dirimu, Zarathustra? Ucapkan ajaranmu dan langgarlah! "

Dan aku menjawab: " Ah, jadi ini tentang ajaranku? Siapakah aku? Aku menunggu orang yang lebih layak: Aku bahkan tidak layak untuk melanggarnya. "

Kemudian lagi sesuatu berkata padaku tanpa suara: " Apa artinya dirimu, Zarathustra? Engkau tidak cukup rendah hati. "

" Kerendahan hati memiliki kulit yang paling keras. "

Dan aku menjawab: " Kata-kataku masih belum memindahkan gunung satu pun dan apa yang telah aku katakan masih belum sampai kepada manusia. Bahkan, aku pergi kepada manusia, tetapi aku masih belum mencapai mereka. "

Kamis, 01 Februari 2024

PENGELANA (BAG.2, ZARATHUSTRA)

Demikianlah kata Zarathustra kepada dirinya sendiri selagi mendaki.

Menghibur hatinya dengan kata-kata keras; karena hatinya terluka sangat dalam.

Dan ketika dia tiba di puncak punggung gunung,
Lihatlah, di sana terbentang laut di sisi lain itu dimukanya; dan dia berdiri dan terdiam lama.
Tetapi malam pada ketinggian ini dingin dan cerah dan terang dengan bintang-bintang.

" Akhirnya aku menyadari nasibku (akhirnya dia berkata dengan sedih).
Baiklah!, aku siap, Kesendirian terakhirku baru saja dimulai. "

" Ah, laut hitam penuh kesedihan di bawahku!
Ah, keengganan muram ini!
Ah, takdir dan laut!
Kini aku mesti turun kepadamu! "

" Aku berdiri dihadapan gunungku yang tertinggi dan pengembaraan ku yang terpanjang; karena itu aku mula-mula harus turun lebih dalam daripada yang pernah aku turuni.

---ke dalam kepedihan yang lebih dalam daripada yang pernah aku rasakan, turun sampai ke alirannya yang paling hitam!
Demikianlah ketentuan takdirku.
Baiklah!  Aku siap. "

Dari manakah munculnya gunung-gunung tertinggi?  Pernah aku bertanya.
Kemudian aku tahu bahwa mereka muncul dari laut.

Hukum ini tertulis pada batu-batu mereka dan di lereng-lereng puncak mereka.
Yang tertinggi harus mencapai ketinggiannya dari kedalaman mereka yang terdalam.

Demikianlah kata Zarathustra di atas puncak gunung yang dingin itu; namun ketika dia sudah dekat dengan laut, dan akhirnya berdiri sendirian di bawah bukit-bukit karang, dia telah menjadi letih dalam perjalanan dan merasa lebih rindu daripada sebelumnya.

" Segalanya masih tertidur (dia berkata); bahkan laut pun tertidur.
Matanya melihat padaku dengan mengantuk dan asing.

Tetapi napasnya hangat; aku merasakannya.
Dan aku merasakan pula bahwa ia sedang bermimpi.
Bermimpi, ia meronta di atas bantal yang keras. "

" Dengar!
Dengar!
Betapa ia melenguh dengan kenangan-kenangan yang jahat!
Atau pengharapan-pengharapan jahat! "

" Ah, aku berduka denganmu, monster hitam, dan juga marah pada diriku demi engkau. "

" Aduh, tangan-tanganku tidak cukup kuat! sungguh, aku akan sangat senang membebaskanmu dari impian-impian burukmu! "

Dan selagi Zarathustra berbicara seperti itu, dia menertawakan dirinya dengan sendu dan pahit.

" Apa, Zarathustra! "
Dia berkata,
" Inginkah kau bernyanyi menghibur laut pula "

" Ah, engkau si dungu manis, Zarathustra, terlalu lekas percaya!
Tetapi begitulah engkau selama ini: Engkau selalu mendekat tanpa curiga kepada segala yang menakutkan. "

" Engkau selalu ingin mengelus setiap monster.
Satu hembusan napas hangat,  satu usapan bulu halus pada cakarnya---dan langsung saja mau mencintai dan membujuknya. "

" Cinta adalah bahaya bagi manusia yang sendirian, cinta pada setiap benda asalkan ia hidup! Benarlah, Kebodohan dan kerendahan hatiku dalam mencinta itu patut ditertawakan! "

Demikian kata Zarathustra dan tertawa lagi: tetapi kemudian dia berpikir tentang teman-temannya yang telah di tinggalkannya,
Dan dia menjadi marah kepada dirinya sendiri karena berpikir seperti itu, seakan-akan dia telah melukai teman-temannya dengan pikiran-pikiran itu.

Dan langsung saja dia yang tertawa itu menangis---karena marah dan rindu maka Zarathustra menangis dengan pahit. 

Selasa, 02 Januari 2024

PENGELANA (BAG.1, ZARATHUSTRA)

Hari tengah malam ketika Zarathustra berjalan melintasi punggung pulau, agar dia bisa tiba di pantai di sisi lain bersama dengan fajar pagi: karena disitu dia bermaksud menaiki kapal.

Karena di sana terdapat pelabuhan yang bagus di mana kapal-kapal asing pun suka membuang jangkar: mereka mengambil banyak penumpang yang ingin meninggalkan kepulauan bahagia dan menyeberangi laut.

Kini, selagi Zarathustra sedang mendaki gunung dia ingat berbagai petualangan sendirian yang dilakukannya dari sejak masa mudanya, dan berapa banyak gunung dan bukit dan puncak telah didakinya.

" Aku adalah seorang pengelana dan pendaki gunung-gunung (dia berkata pada hatinya).
Aku tidak menyukai daratan-daratan dan tampaknya aku tidak bisa berdiam terlalu lama."

" Dan apapun yang mungkin datang padaku sebagai takdir dan pengalaman---di dalamnya pasti termasuk petualangan dan pendakian gunung: pada akhirnya orang hanya mengalami dirinya. "

" Waktunya telah berlalu ketika kecelakaan bisa menimpaku: dan apa yang masih bisa menimpaku yang bukan telah menjadi milikku? "

" Ia kembali,  akhirnya ia berpulang kepadakukepadaku---yaitu diriku sendiri dan bagia-bagian darinya yang sejak lama telah jauh dan tersebar diantara segala hal dan kecelakaan. "

" Dan aku mengetahui satu hal lagi: Aku kini berdiri di hadapan puncak ku yang terakhir dan sebelum perbuatan yang telah ditunda paling lama. "

" Astaga, Aku mesti mendaki jalanku yang paling sulit!
Astaga, Aku telah mulai dengan pertualangan ku yang penuh kesepian! "

" Tetapi orang semacamku ini tidak menghindari seperti itu:
Saat yang berkata padanya: " Hanya sekaranglah engkau menapaki jalan kebesaranmu!
Puncak dan jurang---kini mereka menjadi satu!

" Engkau menapaki jalan kebesaranmu: kini di butuhkan segala keberanianmu karena tidak ada jalan lagi dibelakangmu! "

" Engkau menapaki jalan kebesaranmu: tidak seorangpun akan mengikuti engkau disini!
Kakimu sendiri telah menghapus jalan dibelakangmu,  dan diatas jalan itu tertulis:kemustahilan. "

" Dan ketika semua pijakan kaki lenyap, engkau harus tahu bagaimana mendaki dengan kepalamu: bagaimana bisa engkau mendaki kalau tidak demikian? "

" Pada kepalamu sendiri dan melampaui hatimu sendiri! Kini bagian yang terlembut dari dirimu harus menjadi yang terkeras. "

" Dia yang telah berlalu memanjakan dirinya sendiri akhirnya menjadi menderita akibat kemanjaannya itu.
Terpujilah semua yang membuat keras!
Aku tidak menghargai negeri di mana mentega dan madu mengalir! "

"Agar bisa melihat banyak orang harus belajar memandang keluar dirinya sendiri---setiap pendaki gunung memerlukan kekerasan ini. "

" Tetapi dia yang, dalam mencari penerangan,  terlalu mengumbar matanya, bagaimana dia melihat bendanya lebih jelas daripada latar depannya. "

" Namun engkau, O Zarathustra,  ingin melihat dasar segala hal dan latar belakang mereka:
Maka engkau harus mendaki ke atas dirimu---tinggi dan semakin tinggi, bahkan sampai bintang-bintangku: hanya itu akan aku sebut puncakku, yang selama ini tersisa bagiku sebagai puncakku yang tertinggi! "

Minggu, 31 Desember 2023

TENTANG BAYANGAN DAN TEKA-TEKI (BAG.3, ZARATHUSTRA)

Itulah yang telah menakutkan anjing tadi:
Karena anjing percaya akan pencuri dan hantu. Dan ketika aku mendengar lolongan seperti itu lagi, timbul belas kasihanku.

Ke manakah cebol tadi perginya? Dan gerbang itu? Dan laba-laba? Dan semua bisikan itu? Apakah aku telah bermimpi? Apakah aku telah terjaga? Tiba-tiba aku berdiri di antara bukit-bukit liar, sendiri.

Tetapi di sana ada seseorang tererbaring! Dan di sana!  Anjing itu, meloncat-loncat, bulu nya tegak, menguik-nguik; kemudian ia melihatku datang---kemudian ia melolong lagi, kemudian ia melengking---pernahkah aku mendengar seekor anjing berteriak minta tolong seperti itu?

Dan, sungguh, aku belum pernah melihat pemandangan seperti yang aku lihat saat itu.
Aku melihat seorang penggembala muda Bergelojotan, tercekik, kejang-kejang, wajahnya Menyeringai kesakitan; dan seekor ular hitam besar terjulur dari mulutnya.

Pernahkah aku melihat kejijikan dan kengerian sedemikian besar pada sebuah wajah yang pucat?
Adalah dia taditadi, barangkali tertidur?
Kemudian ular itu menggigit dan tak mau melepaskannya

Tanganku menarik dan menarik ular itu---sia-sia saja!  Kedua tanganku tidak mampu menarik ular itu keluar dari tenggorokan penggembala.
Kemudian sebuah suara berseru dari diriku:
Gigit! Gigit!---
demikianlah satu suara berseru dari diriku, kengerianku, kebencianku, kejijikan ku, kasihanku, semua baik dan jahatku berseru dari diriku dengan satu seruan.

Kalian orang-orang pemberani di sekeliling ku!  Kalian para pengembara, petualang, dan dari antara kalian yang telah berlayar dengan layar cerdik di laut-laut yang hilang!
Kalian yang memperoleh kesenangan dan teka-teki!

Pecahkan bagi ku teka-teki yang aku lihat,
Tafsirkan untukku bayangan dari manusia yang paling sendiri!

Karena itu adalah sebuah bayangan dan pertanda: apa yang aku lihat dalam kiasan? Dan siapa yang harus datang suatu hari nanti?

Siapakah penggembala itu yang mulutnya dimasuki ular?
Siapakah orang yang kedalam tenggorokan nya dimasuki segala yang terberat, terhitam?

Namun si penggembala menggigit sebagaimana di nasihatkan seruan ku padanya: dia menggigit dengan gigitan besar!
Dia menyemburkan kepala ular itu jauh-jauh, dan meloncat.

Tidak lagi ia seorang penggembala, tidak lagi ia seorang manusia---satu makhluk yang berubah,  dikelilingi oleh cahaya, tertawa!
Belum pernah di muka bumi ini seseorang tertawa sebagaimana dia tertawa itu!

O saudara-saudaraku, aku mendengar suatu tertawaan yang bukan lagi tertawaan manusiamanusia---dan kini rasa haus menelanku, suatu kerinduan yang tidak pernah teredam.

Kerinduanku pada tertawaan ini menelanku:
Oh bagaimanakah aku masih tahan hidup!
Dan bagaimana aku bisa tahan mati sekarang!

Demikian kata Zarathustra. 

Sabtu, 30 Desember 2023

TENTANG BAYANGAN DAN TEKA-TEKI (BAG.1, ZARATHUSTRA)

Ketika didesas-desus di antara pelaut bahwa Zarathustra menumpang dalam perahu mereka---karena ada seseorang dari Kepulauan Bahagia yang ikut menumpang perahu itu pada waktu yang sama dengan dia---timbul keingintahuan dan pengharapan yang besar.

Tetapi Zarathustra berdiam diri saja selama dua hari dan dingin serta tuli karena kesedihannya,  sehingga dia tidak menanggapi pandangan mata maupun pertanyaan-pertanyaan.

Tetapi pada petang hari kedua dia membuka telinganya kembali, walau masih tetap berdiam diri: karena terdapat berbagai hal aneh dan berbahaya terdengar di atas perahu ini,
Yang berasal dari jauh dan masih akan terdengar lebih jauh lagi.

Namun Zarathustra berteman dengan semua yang melakukan perjalanan jauh dan tidak ingin hidup tanpa bahaya.
Dan lihatlah! Dalam mendengarkan itu maka lidahnya kembali melonggar, dan Es di hatinya mencair: kemudian dia mulai berbicara begini:

" Kepada kalian, para pengembara dan para petualang pemberani dan siapapun yang berlayar dengan layar cerdik pada laut-laut yang mengerikan,

" Kepada kalian yang mabuk teka-teki, yang memperoleh kesenangan saat senja, yang jiwanya terpikat suara seruling yang membawanya mendekati setiap jurang yang berbelit---bagi kalian yang tidak mau menggapai tambang dengan tangan pengecut; dan dimana kalian bisa menduga bahwa kalian tidak senang menghitung-hitung---bayangan dari seorang yang paling sendirian.

" Alhir-akhir ini aku berjalan dengan muram melintasi senja yang muram, muram dan merengut dengan mulut terkatup, bukan satu saja matahari yang terbenam bagiku.

" Sebuah jalan yang menanjak menantang melewati batu-batu dan karang-karang besar, sebuah jalan terpencil yang kejam yang tidak diteduhkan oleh semak atau tanaman: jalan gunung berderak di bawah hentakan kaki ku.

" Melangkah bisu pada kerikil yang berisik mengejek, menginjak batu-batu yang menggelincirkan nya: demikianlah kaki ku dengan susah payah mendaki ke atas.

" Ke atas---Meski roh menariknya ke bawah,  menariknya ke arah jurang. Roh gaya berat, setanku dan musuh besarku.

" Ke atas---walau dia menduduki diriku, setengah cebol, setengah tikus tanah: cacat, mencacatkan; menuang tetesan timah ke dalam telingaku, pikiran-pikiran beku ke dalam otakku.

" O, Zarathustra," Dia berkata dengan mengejek, kata demi kata, " Engkau baru kearifan! Engkau telah melontarkan dirimu sedemikian tinggi---tetapi setiap batu yang terlontar---mesti jauh!

" Terkutuk oleh dirimu sendiri dan lontaran batumu: O, Zarathustra,  jauh benar engkau lontarkan batumu, tetapi ia akan jatuh kembali menimpamu!"

Setelah itu cebol kembali diam: dan lama dia terdiam itu. Tetapi kediamannya menekanku; dan berkawan dengan diam itu lebih-lebih sepi daripada sendirian!

Aku mendaki, aku mendaki, aku bermimpi, aku berpikir, tetapi segalanya menekan diriku.
Aku bagaikan seorang yang sakit diletihkan oleh siksaan luka yang berat dan disentakkan dari tidurnya oleh impian yang lebih buruk.

Tetapi ada sesuatu dalam diriku yang aku sebut keberanian: ia selalu menghancurkan segala keragu-raguan dalam diriku.
Keberanian ini akhirnya membuatku berhenti dan berkata: "Cebol! Engkau! atau Aku!"

Karena keberanian adalah penghancur terbaik---keberanian yang menyerang karena dalam setiap serangan terdapat sorak kemenangan. 

TENTANG KECERMATAN JANTAN (BAG.1, ZARATHUSTRA)

Bukan ketinggian, tetapi juranglah yang mengerikan! Jurang dimana pandangan mata mengarah ke bawah dan tangan menjangkau ke ata...